Sedang Memuat Halaman ...

30 April 2022 - Telp.0274 367867/email: izin.online@bantulkab.go.id/ WA:0813 2884 8393 /WA OSS pusat : 0811 6774 642 . /
TOTAL PENGUNJUNG : 2.743.250

Lokakarya Pengaduan untuk Meningkatkan Pelayanan Publik


Kepala DPMPTSP Kabupaten Bantul, Dra. Annihayah, M. Eng. dalam sambutannya membuka Lokakarya Pengaduan di Mandala Sabha Parasamya Kabupaten Bantul, Kamis (06/10) kemarin, menyampaikan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk mendapatkan berbagai masukan dari para pemangku kepentingan terkait hal-hal yang masih menjadi catatan bagi perbaikan pelayanan, khususnya pelayanan pengaduan, serta umumnya semua pelayanan yang diselenggarakan oleh DPMPTSP Kabupaten Bantul.


Terbitnya UU Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020 yang kemudian berimplikasi pada pemberlakuan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko melalui Online Single Submission Risk Based Approach (OSS RBA) menyebabkan perubahan signifikan dalam mekanisme dan persyaratan pemberian izin. Masa-masa transisi  dari sistem perizinan lama menjadi perizinan berbasis risiko ini sangat berpotensi menimbulkan berbagai ketidaknyamanan dan ketidakpuasan yang dirasakan para pelaku usaha maupun masyarakat umum. Upaya yang dilakukan untuk memastikan pelayanan sesuai SOP yang telah ditetapkan yaitu monitoring dan evaluasi SOP Ketepatan Waktu Penyelesaian Izin setiap bulan. Selain itu, DPMPTSP juga telah meluncurkan inovasi “GAMPIL” (Gerakan Melayani Perizinan Langsung) yaitu memberikan pelayanan pendampingan kepada pelaku usaha untuk mendaftarkan izinnya melalui OSS RBA dengan cara mendatangi tempat pelaku usaha secara berkelompok. Inovasi ini dimaksudkan untuk mempermudah dan mendekatkan pelayanan, serta mengejar target agar semua pelaku usaha UMKM di Bantul yang berjumlah 60 ribuan bisa memiliki NIB semua.

 

Dr. Suryawan Raharjo, SH., L.LM (Ketua Lembaga Ombudsman DIY) memaparkan bahwa Sistem adalah “hubungan harmonisasi dan disharmonisasi atas berlakunya subsistem sesuai dengan orientasi kewenangan yang teridentifikasi guna melakukan proses “penegakan hukum” berdasarkan atas norma dan tata peraturan perundang-undangan yang berlaku “. OSS pada Sistem dimaksud berpotensi menimbulkan gesekan (harmonisasi dan disharmonisasi) dalam masyarakat karena keluarnya  izin sudah tidak melibatkan masyarakat sipil, seperti sudah tidak adanya persetujuan dari tetangga dan aparat setempat. Dari sisi paradigma otonomi daerah/desentralisasi, keberadaan OSS menjadi kurang relavan namun Pemerintah membutuhkan peta investasi dan pertumbuhan sektor investasi nasional berbasis wilayah dan pemerintah perlu meningkatkan iklim investasi nasional dengan sistem perizinan yang terintegrasi dan terdigitalisasi. Untuk itu, OSS merupakan keniscayaan yang akan mendorong investor lokal mampu bersaing secara nasional.

Materi kedua disampaikan oleh Ibu Brigitta Sadnya Wulandari, ST, MT dengan judul “Penanganan Pengaduan di Era Perizinan Berusaha Berbasis Risiko”. Disampaikan bahwa pengaduan pelayanan publik merupakan bagian penting dalam menyelenggarakan pelayanan publik sebagai bagian dari upaya peningkatan pelayanan publik. Untuk memaksimalkan akses pengaduan DPPM DIY telah menyediakan berbagai sarana dan prasarana pengaduan sperti loket pengaduan, email, kotak pengaduan, email, website, media sosial, dan aplikasi SP4N-Lapor, dan aplikasi E-Lapor DIY. Selain itu sudah ada SOP pengaduan untuk masing-masing sarana aduan yang tersedia. Pada era OSS RBA, pengawasan dan pengaduan sudah terintegrasi dalam sisten OSS yang merupakan aplikasi terintegrasi untuk memproses perizinan. Aduan ditindaklanjuti sesuai kewenangan perizinannya.

Pada sesi tanya jawab terdapat tiga orang penanya yaitu dari Satpol PP, Gabungan Pengusaha Optik Indonesia (Gapopin) DIY, dan dari Lembaga Kesejahteraan Sosial Bantul. Dari Satpol menanyakan bagaimana menindak pelanggaran Perda namun Perda tersebut tidak sejalan dengan aturan Pemerintah Pusat. Pertanyaan dari Gapopin adalah bagaimana mengatasi persaingan usaha yang tidak sehat terutama dari pelaku usaha optik yang tidak masuk dalam asosiasi serta pertanyaan tentang keberadaan tower yang mengganggu lingkungan sekitar tempat tinggalnya. Sementara itu pertanyaan dari LKS juga tentang keberadaan tower di sekitar tempat tinggalnya yang sudah berganti kepemilikan namun belum diketahui sudah pembaharuan izin atau belum.

Jawaban dari para narasumber yaitu terkait Satpol PP yang akan menegakkan Perda diminta untuk menjalankan eksekusi sesuai Perda yang ada dengan tindakan terukur. Sedangkan bagi Gapopin, untuk menangani persaingan usaha perlu dibuat Satndar Etika bagi para pelaku usaha optik dan mengedepankan komunikasi yang baik antar pelaku usaha agar bisa dirangkul dan meminimalkan konflik. Jawaban untuk pertanyaan tentang tower, bagi masyarakat yang merasa terganggu perlu melakukan beberapa langkah yaitu, nota keberatan, melaporkan kepada aparat setempat, audiensi dengan Diskominfo dan dPMPTSP untuk kemudian dimediasi dengan pemilik tower.

~leny/prima





Komentar Pengunjung